FAQ |
Calendar |
![]() |
|
News Semua berita yg terjadi di dunia internasional ataupun lokal diupdate disini |
![]() |
|
Thread Tools |
#1
|
||||
|
||||
![]() ![]() Saat ini, orang mengenal Nur Rachman (23) sebagai pengusaha muda yang terbilang sukses. Terlebih dia baru mendapat gelar juara pertama Wirausaha Muda Pemula Berprestasi Nasional. Namun, tak semua orang tahu, ia harus jatuh bangun untuk mendapatkan semua itu. (Baca: "Surga Dunia", Rumah Makan Bayar Seikhlasnya ala Ray...) “Tidak mudah bagi saya untuk mencapai posisi sekarang,” ujar Ray, panggilan akrab Nur Rachman di Bandung, Senin (27/10/2014) kemarin. Sebagai putra bungsu dari pensiunan PNS di Pemkot Bandung, Ray terbiasa hidup sederhana. Bahkan ketika duduk di bangku kelas 1 SMAN 16 Bandung, ia mulai mencari uang tambahan. Caranya, dengan menjadi MC dan pagelaran teater. “Uang dari bermain teater memang kecil, paling Rp 50.000. Tapi karena saya gak suka jajan, saya tabung semua uangnya untuk keperluan di masa depan. Misalnya saat kuliah,” kenang Ray. Rupanya, perhitungan Ray sesuai perkiraan. Kondisi keuangan keluarga yang kurang mendukung, membuat lelaki kelahiran Bandung, 28 Agustus 1992 ini memutuskan untuk mebiayai semua kebutuhan maupun biaya kuliahnya seorang diri. Memang, jika diusahakan, orangtuanya saat itu masih sanggup membayar biaya kuliahnya. Namun karena ia enggan menyusahkan orangtua, ia pun memutuskan untuk mandiri secara utuh. Berbagai usaha pun ia lakukan untuk menyelesaikan kuliahnya. Dari mulai bekerja di bidang konveksi, menerima pesanan pembuatan souvenir Unpad, hingga mengajar les. Semua itu dilakukan dalam waktu bersamaan. “Sebenarnya, 50 persen biaya kuliah saya sudah ditanggung beasiswa. Untuk memenuhi sisanya dan kehidupan sehari-hari saya mencoba bisnis ini dan itu. Termasuk mengajar les. Saya tak memasang tarif, murid les membayar saya seikhlas mereka,” imbuhnya. Kerja kerasnya membuahkan hasil. Ia bisa membayar kuliah tanpa harus minta ke orangtua. Namun layaknya sebuah perusahaan, usaha Ray kadang bagus atau sebaliknya. Jika sedang tidak bagus, ia harus menahan lapar karena tak memiliki uang. “Untungnya saya terbiasa puasa Daud (puasa selang sehari), sehingga tak masalah jika harus puasa,” ucapnya. Surga Dunia Berangkat dari pengalamannya itu, ia mendirikan rumah makan “Surga Dunia” pada 2012 silam. Tujuannya, untuk membantu mahasiswa kurang mampu. Meski pun ia sadar, dirinya sendiri tak memiliki banyak uang. Tapi, sebesar apapun harta atau tenaga yang dimiliki, ia tak akan pernah lupa untuk bersedekah. “Saya membiasakan diri untuk bersedekah sejak SMA. Karena sedekah memberikan ketenangan batin dan melancarkan rezeki,” ucapnya. Itulah mengapa, meskipun restoran “Surga Dunia” miliknya belum balik modal, namun setiap bulan terlihat ada perkembangan. “Omzet Surga Dunia Rp40 juta-50 juta per bulan. Sedangkan omzet bisnis saya di luar resto Rp5 juta per bulan, naik dari dua tahun sebelumnya Rp1 juta. Ini semua berkah dari sedekah,” terangnya. Konsep berbisnis sambil beramal ini ternyata membuahkan hasil positif. Belum lama ini, Ray meraih juara pertama Tingkat Nasional kategori Industri dan Boga pada ajang Wirausaha Muda Pemula Berprestasi Nasional yang diadakan Kementerian Pemuda dan Olahraga RI. Ajang Wirausaha Muda Pemula Berprestasi Nasional adalah sebuah kompetisi bisnis yang digelar oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga. Digelar dari bulan Juli hingga Agustus lalu, ada dua kategori, yaitu Wirausaha Muda Pemula Berprestasi (WPMB) untuk bidang pertanian, perdagangan dan jasa, industri dan boga, industri kreatif, serta kategori Penggerak Wirausaha Berprestasi (PWB). |
![]() |
|
|