FAQ |
Calendar |
![]() |
|
News Semua berita yg terjadi di dunia internasional ataupun lokal diupdate disini |
![]() |
|
Thread Tools |
#1
|
||||
|
||||
![]() ![]() Pemerintah diminta merevitalisasi posyandu dan menghidupkan kembali program pemberian makanan tambahan di sekolah. KASUS gizi buruk ternyata bukan hanya didominasi daerah tertinggal seperti Nusa Tenggara Timur (NTT). Daerah dengan kondisi perekonomian terbaik pun tidak terlepas dari persoalan itu. Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, yang merupakan kabupaten terkaya di Indonesia, hingga kini belum bebas gizi buruk. Bahkan, di kabupaten dengan jumlah APBD 2012 mencapai Rp6,5 triliun itu ditemukan 60 balita yang menderita gizi buruk. Hal itu diakui Kepala Bidang Upaya Kesehatan Dinas Kesehatan Kutai Kartanegara Dayang Telcip Suryani. Menurut Dayang, dari 60 balita bergizi buruk, sebanyak 55 balita bahkan harus mendapatkan perawatan intensif dari petugas medis di puskesmas. "Memang ada penderita gizi buruk yang kita temukan. Sebanyak 55 balita kini harus dirawat di puskesmas, sedangkan sisanya, 5 balita, dalam tahap perawatan dan proses penyembuhan," kata Dayang, akhir pekan lalu. Ia menambahkan, sebagian besar penderita gizi buruk berasal dari keluarga tidak mampu. Selain itu, ada balita bergizi buruk karena terinfeksi penyakit tertentu, seperti tumor. Kendati demikian, masih kata Dayang, pihaknya telah memberikan perawatan maksimal dan memantau agar balita itu tetap sehat. Pemantauan dilakukan setiap pekan oleh perawat puskesmas, baik dengan mendatangi tempat tinggal balita maupun pemeriksaan rutin di puskesmas dan rumah sakit. "Kita ingin mereka benar-benar sembuh dan kembali normal. Kita selalu pantau dan memberikan asupan gizi yang cukup," kata Dayang. Dalam upaya meminimalkan kasus gizi buruk di Kutai Kartanegera, pemerintah daerah setempat masih memiliki kendala, yakni adanya sejumlah desa di beberapa kecamatan yang belum memiliki posyandu. Hal itu sangat menyulitkan warga yang ingin mengakses layanan kesehatan. Faktor lain Direktur Bina Gizi Masyarakat Kemenkes Minarto mengatakan masalah gizi buruk sejatinya tidak hanya terkait dengan faktor asupan makanan, tetapi juga faktor lain seperti penyakit penyerta, kesehatan lingkungan, dan pola asuh. Hal-hal itulah yang menyebabkan masalah kekurangan gizi pada balita masih jamak ditemui di sejumlah wilayah yang terhitung makmur. "Gizi buruk tidak hanya terkait dengan kelaparan. Itulah sebabnya pada sejumlah kasus, model intervensi langsung seperti pemberian makanan tambahan tidak cukup untuk menyelesaikan masalah tersebut," tutur Minarto saat dihubungi, kemarin. Lagi pula, tambah Minarto, belakangan ini sudah sangat jarang kasus gizi buruk terjadi lantaran faktor kelaparan. Mayoritas terjadi karena penyakit dan soal kebersihan lingkungan serta rendahnya kesadaran akan gaya hidup sehat. Di sisi lain, Ketua Yayasan Gerakan Masyarakat Sadar Gizi Tirta Prawita Sari mengatakan sudah saatnya program pemberian makanan tambahan sekolah (PMTS), yang dulu sering diadakan di setiap SD dan posyandu, dihidupkan kembali. Selain itu, kualitas produk makanan yang sering dikonsumsi anak-anak harus diperbaiki. Badan Pengawas Obat dan Makanan menyebutkan hanya 30% produk makanan olahan yang mengandung gizi yang dibutuhkan. mediaindonesia.com
__________________
ﷲ ☯ ✡ ☨ ✞ ✝ ☮ ☥ ☦ ☧ ☩ ☪ ☫ ☬ ☭ ✌
|
#2
|
||||
|
||||
![]()
itu menandakan bahwa negara masih belom makkur
|
#3
|
|||
|
|||
![]()
Setuju ndan....
|
#4
|
|||
|
|||
![]()
setuju banget ndan
![]() |
#5
|
|||
|
|||
![]()
Setuju dan
![]() ![]() ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Gizi Balita |
![]() |
|
|