
9th July 2010
|
 |
Ceriwiser
|
|
Join Date: Jul 2010
Location: Di mana aj deh ndan, terserah aj
Posts: 534
Rep Power: 17
|
|
Macet? jawabanya bukan tol, tapi transportasi masal
Quote:
Tol Bukan Jawaban
Transportasi Massal Jawaban buat Macet
Rabu, 9 Juni 2010 | 07:51 WIB
KOMPAS/WISNU WIDIANTORO
Ilustrasi
JAKARTA, KOMPAS.com � Pembangunan jalan tol dalam kota bukan jawaban untuk mengatasi kemacetan. Ruang yang dibangun tak akan mampu menampung jumlah dan pertumbuhan kendaraan yang beredar. Pemerintah sebaiknya mempercepat pembangunan transportasi massal.
Pernyataan tersebut justru dilontarkan oleh Direktur Utama PT Jasa Marga Tbk Frans S Sunito, Selasa (8/6/2010) di Jakarta. Jasa Marga adalah operator tol terbesar yang mengoperasikan 531 kilometer jalan tol atau 76 persen dari seluruh jalan tol.
Kini Jasa Marga masih membangun beberapa tol, antara lain Tol Lingkar Luar Jakarta W2 (Ulujami-Kebon Jeruk), Tol Semarang-Solo (Jawa Tengah), dan Tol Gempol-Pandaan (Jawa Timur). Bila seluruh ruas tol ini selesai, dalam 3-4 tahun mendatang, Jasa Marga mengoperasikan 750 km jalan tol.
"Saya berpendapat, konsep jalan tol hanya untuk antarkota atau jalan lingkar suatu kota. Sementara untuk pergerakan manusia di sebuah kota, yang teroptimal adalah transportasi massal, seperti busway. Busway sering kita musuhi karena dianggap menyebabkan macet. Namun, saat ini, konsep busway itu yang terbaik," kata Frans.
Menurut Frans, jalan tol ataupun moda transportasi lain harus mampu memindahkan manusia, bukan kendaraan. "Jadi, tak harus tol itu dilintasi mobil pribadi sehingga kami berpikir mengoptimalkan kendaraan besar seperti bus," ujarnya.
Meski masih dalam bentuk konsep, menurut Frans, Jasa Marga terpikirkan untuk mengaplikasikan konsep park and ride. Dengan konsep ini, pengendara mobil dapat memarkir kendaraannya di suatu tempat, lantas naik bus melintasi tol menuju pusat kota sehingga pusat kota tak sesak.
Enam tol dalam kota
Sayangnya, di tengah pemikiran bahwa jalan tol bukan solusi kemacetan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta malah menyodori pembangunan enam ruas tol dalam kota. Biaya investasi untuk jalan tol itu sekitar Rp 30 triliun.
Dengan perhitungan kasar, dana Rp 30 triliun dapat untuk membeli lebih dari 3.000 unit bus transjakarta dan 375 unit kereta rel listrik (KRL) untuk jaringan KRL Jabodetabek.
Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Danang Parikesit mengatakan, untuk Jakarta sebaiknya pembangunan tol dalam kota dibicarakan setelah pembangunan trans-Jakarta dan angkutan pengumpan (feeder) dituntaskan.
Frans menegaskan, tidak bijaksana jika transportasi suatu kota diserahkan pada jalan tol. "Kita lihat sendiri kejadian banjir Sabtu kemarin, Jakarta bagian selatan boleh dikata lumpuh hanya karena sepenggal ruas tol tak dapat dilintasi. Jangan sampai terlalu tergantung dengan jalan tol," ujarnya.
Ketika jalan tol terlalu padat, menurut Frans, operator tidak diuntungkan. "Secara komersial, kondisi traffic terbaik adalah ketika kendaraan mengalir sehingga bila tol macet total, perusahaan tol juga tidak bertumbuh,� ucapnya. (RYO)
Code:
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/06/09/07510368/Transportasi.Massal.Jawaban.buat.Macet
|
Sayangnya, di tengah pemikiran bahwa jalan tol bukan solusi kemacetan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta malah menyodori pembangunan enam ruas tol dalam kota. Biaya investasi untuk jalan tol itu sekitar Rp 30 triliun.
Dengan perhitungan kasar, dana Rp 30 triliun dapat untuk membeli lebih dari 3.000 unit bus transjakarta dan 375 unit kereta rel listrik (KRL) untuk jaringan KRL Jabodetabek.
|