China Mulai Frustrasi dengan Sikap Korut

Ilustrasi
Beijing - Pemerintah China mulai frustrasi dengan sikap dan pernyataan Korea Utara (Korut) yang selalu meledak-ledak dan terus mengancam perang. Namun di sisi lain, China tidak ingin rezim sekutunya tersebut jatuh karena Korut merupakan 'benteng' baginya.
"China yang saat ini berada di bawah kepemimpinan yang baru dan indikasi yang kami dapatkan adalah China sedikit frustrasi dengan perilaku dan retorika berbau perang yang dilontarkan Kim Jong-un," ujar Kepala Intelijen AS, James Clapper, seperti dilansir
AFP, Jumat (12/4/2013).
Di hadapan anggota parlemen AS, terutama Komisi Intelijen, Clapper menyebut pemimpin Korut, Kim Jong-un yang akhir-akhir ini gemar mengeluarkan ancaman serangan terhadap AS, tengah menguji kesabaran China yang merupakan sekutu terdekatnya.
Selama ini, Korut dikenal sangat dekat dengan China. Bahkan merupakan satu-satunya sekutu besar Korut. Para pendahulu Jong-un, termasuk ayahnya Kim Jong-il, selalu menjaga hubungan erat dengan China, yang memegang peranan penting bagi perekonomian negara komunis tersebut.
Namun Clapper menilai, Jong-un tidak memiliki pandangan yang sama dengan pemimpin Korut sebelumnya. "Tidak seperti ayahnya, saya rasa dia meremehkan rasa frustrasi China terhadapnya dan ketidaknyamanan mereka atas kelakuannya," ucapnya.
Tapi di sisi lain, karakter dan gaya kepemimpinan Jong-un masih menjadi teka-teki. Banyak negara mengeluhkan, pemimpin muda Korut ini lebih susah diprediksi daripada pemimpin Korut sebelumnya.
Clapper menilai, Jong-un lebih susah ditebak karena karakternya yang cenderung impulsif. Segala ancaman dan sikap provokatif Korut selama ini, menurut Clapper, demi menunjukkan cengkeraman kekuasaan Jong-un kepada dunia dan bertujuan meyakinkan AS untuk memberikan konsesi kepada Korut.
"Saya pikir tujuan utamanya adalah untuk berkonsolidasi dan menunjukkan kekuasaannya. Saya tidak berpikir bahwa dia (Jong-un) memiliki banyak aksi, selain bagaimana caranya untuk mendapat pengakuan dunia, dan secara khusus dan paling penting dari AS, terhadap keterlibatan Korut dalam komunitas internasional soal kekuatan nuklir," jelas Clapper yang lama bertugas di pos intelijen militer di Korsel ini.
Dengan kondisi seperti ini, menurut Clapper, China mengalami dilema. Terlebih, China merupakan satu-satunya kekuasaan luar yang memiliki andil besar bagi Korut. Hal tersebut membuat China memiliki posisi penting dalam krisis di semenanjung Korea.