Pihak berwenang di Andhra Pradesh, India selatan, akan membuat unit outsourcing di sebuah penjara. Unit itu akan mempekerjakan 200 narapidana terdidik yang akan menangani operasi pendukung kantor seperti memasukkan data dan memproses serta mengirimkan informasi.
Proyek ini, seperti dilansir BBC, Sabtu (15/5), akan dimulai di Penjara Pusat Charlapally dekat Hyderabad, ibukota negara bagian Andhra Pradesh. Namun baru akan dilakukan dalam empat bulan mendatang.
India adalah pusat industri outsourcing, mengontrakkan pekerjaan-pekerjaan pendukung. Namun baru kali ini unit itu dibentuk di dalam penjara.
Penjara yang dihuni 2.100 narapidana itu adalah rumah tahanan yang paling modern di Andhra Pradesh dengan fasilitas canggih. Unit pekerjaan pendukung yang diusulkan itu merupakan kemitraan pemerintah-swasta antara departemen urusan pernjara dengan satu perusahaan IT (teknologi informasi), Radiant Indo Systems (RIS).
"Tujuannya adalah untuk mamastikan masa depan yang bagus bagi para narapidana terdidik setelah mereka keluar dari penjara," kata CN Gopinath Reddy, Direktur Jenderal Penjara Andhra Pradesh. Dengan pengalaman para napi bekerja di BPO (business process outsourcing) di penjara, perusahaan mana pun, kata dia, akan menerima mereka di masa depan.
Sementara Direktur RIS, C Narayan Charyulu, mengatakan penjara Charpally dipilih untuk proyek ini karena hampir 40% penghuninya adalah orang-orang terdidik. "Kami sudah melihat kawasan di penjara itu untuk tempat operasi unit tersebut. Di sana akan dipasang banyak komputer dan sambungan internet," kata Reddy.
Charyulu mengatakan 200 orang akan diambil dan dilatih untuk pekerjaan itu pada tahap permulaan. Unit yang direncanakan akan menangani pekerjaan pendukung untuk kalangan perbankan itu akan beroperasi 24 jam yang akan dijaga tiga shift (gilir) masing dengan 70 staf. Bekerja di unit ini juga akan menjadi sumber penghasilan bagi para napi.
"Para napi mendapat bayaran 15 rupee (sekitar Rp 3.000) per hari untuk jenis kerja lain seperti membuat perabot besi. Namun kami akan bayar mereka 100 rupee (sekitar Rp 20.000) sehari," kata Charyulu.
sumber