FAQ |
Calendar |
![]() |
|
Save Our Planet Forum diskusi tentang penyelamatan lingkungan hidup, tips, dan ide untuk GO Green |
![]() |
|
Thread Tools |
#1
|
||||
|
||||
![]() ![]() VISI dan MISI SBY-BOEDIONO (15 Program Nasional) sesungguhnya menunjukkan bahwa program Pembangunan Nasional 2009-2014, yang dijadikan Rujukan Utama Penataan Kebijakan Nasional adalah hasil-hasil rekomendasi National SUMMIT (ROADMAP PEMBANGUNAN NASIONAL 2009-2014). Nasional Summit merupakan agenda kapitalisme yang bertumpu pada struktur moneter dan Kebijakan Investasi yang super liberal, atas nama Proyek Infrastruktur untuk Kemakmuran Rakyat, padahal tujuan utamanya tidak lain tetap menjadikan tanah dan seluruh sumber daya produktif di Indonesia sebagai ladang cadangan sekaligus pasar yang potensial, artinya ada skenario tersembunyi bahwa proyek infrastruktur di Indonesia adalah sekoci bagi penyelamatan kapitalisme internasional yang saat ini sedang tergerus krisis. Salah satu buktinya, melalui Amanat Presiden Nomor R-98/Pres/12/2010 (15 Desember), Presiden Yudhoyono resmi melayangkan usulan kepada DPR untuk membentuk RUU tentang Pengadaan Tanah untuk Pembangunan, yang substansinya disinyalir sebagai rancangan legislasi yang bakal memicu penggusuran tanah rakyat. Selain itu, lahirnya RUU ini bukan berdasarkan kebutuhan masyarakat yang memang membutuhkan sebuah UU yang melindungi hak-haknya. Ini terbukti bahwa kehadiran RUU ini tidak melalui Konsultasi Publik untuk mengakomodir suara-suara masyarakat sebagai pihak yang nantinya akan menjadi subjek RUU ini, terlebih kelompok yang memiliki kebutuhan spesifik, seperti perempuan dan anak-anak. Paling tidak hal ini membuktikan bahwa pemerintah tidak memberi akses informasi atas lahirnya RUU ini kepada masyarakat. RUU ini dibahas tanpa masyarakat diberi kesempatan untuk menyampaikan keberatan, memberi masukan atau bahkan menolak kehadiran RUU ini. Secara substansi materi sendiri, tidak ada pasal-pasal yang memberikan perlindungan terhadap persoalan-persoalan lingkungan, masyarakat adat, dampak penggusuran dan kelompok-kelompok yang rentan seperti perempuan dan anak-anak sebagai akibat dilaksanakannya RUU ini. Yang memprihatinkan adalah bahwa dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Pansus RUU ini pada tanggal 10 Maret 2011, Ketua dan Anggota Pansus dengan tegas menyatakan bahwa pembahasan RUU ini tidak mungkin dihentikan. Pembahasan RUU Pengadaan tanah tersebut, hanya memberikan peluang bagi pemilik modal besar untuk memanfaatkan ruang-ruang publik, dan bukan untuk kepentingan masyarakat. Dari kasus-kasus sengketa tanah ini, perempuan kerap mendapatkan kekerasan, baik secara fisik, pskologis dan social ekonomi. Akibat peran gender perempuan dalam masyarakat patriarkhi, perempuan menanggung beban lebih berat dalam keluarga dan komunitasnya. Oleh karena itu, padahal sebelum rancangan undang-undang ini ditetapkan, jumlah sengketa tanah serta konflik agraria yang menghadapkan rakyat pemilik tanah dengan para pemegang modal besar di bidang infrastruktur yang disokong birokasi dan perangkat kekerasan Negara, berkecendurungan semakin tinggi. Sepanjang tahun 2010 telah berlangsung 106 konflik agraria yang bersifat struktural di seluruh wilayah Indonesia. Luas lahan yang disengketakan mencapai 535,197 hektar dengan melibatkan 517,159 kepala keluarga (KK) yang berkonflik. Beberapa contoh kasus-kasus penggusuran rakyat di Sumatra, Sumedang, Karawang, Bogor, dan sekitar Jakarta dengan dalih untuk pembangunan. Termasuk beberapa kasus perampasan tanah seperti Toili (sulteng), kasus-kasus tol di Jawa Timur dan masih banyak yang lain, yang kesemuanya berujung pada kriminalisasi petani dan aktivis. Tidak sedikit diantaranya disertai dengan penganiayaan, intimidasi dan penangkapan serta penahanan. Oleh karena itu, menjadi salah satu tugas sejarah massa rakyat Indonesia adalah menata struktur agraria yang timpang melalui pelaksanaan pembaruan agraria, bukan justru membuat aturan yang menambah ruwet persoalan pertanahan, pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil lewat pengkaplingan dan privatisasi, serta menjauhkan negara memenuhi kewajiban konstitusionalnya. Mendesak Pemerintah agar menjalankan kewajiban untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, diantaranya melalui penataan struktur pemilikan dan penguasaan tanah dan kekayaan alam sehingga menjadi lebih merata untuk massa rakyat. Kami mendesak kepada Pemerintah dan Legislatif agar:
Koalisi Rakyat Anti Perampasan Tanah Konsorsium Pembaruan Agraria, Bina Desa, Serikat Petani Indonesia, Aliansi Petani Indonesia, Solidaritas Perempuan, HuMa, JKPP, AMAN, Epistema Institute, KIARA, IHCS, YLBHI, KontraS, Sawit Watch, Walhi, Jatam, KpSHK, IGJ, Serikat Mahasiswa Indonesia, Aliansi Buruh Menggugat, RACA Institute, KPOP, Persatuan Perjuangan Indonesia, Serikat Petani Kawarang, Federasi Perjuangan Buruh Jabodetabek, Serikat Pekerja Kereta Api Jabodetabek, Pergerakan, LBH Jak, Pusaka, ElSAM, ARC, FPPI, PRP, AGRA, KAU, PBHI, FMN, PUSAKA, Sains, UPC, KM-UIN, Serobot sumber
__________________
Semoga Ceriwis Makin Rame Ya
![]() |
![]() |
|
|