
16th February 2011
|
 |
Ceriwiser
|
|
Join Date: Nov 2010
Location: ----- kantin pojok kampus
Posts: 372
Rep Power: 214
|
|
Dokter Perlu Batasi Pasien Agar Tidak Terlalu Sibuk
Jakarta, Terlalu banyak melayani pasien juga berdampak pada sikap dan pelayanan dokter. Dokter yang terlalu sibuk menjadi lebih jutek atau kurang komunikatif dengan pasiennya, sehingga pasien memilih lari ke pengobatan alternatif.
Saking banyaknya pasien yang harus dilayani, kadang-kadang dokter kurang mendengarkan pasiennya. Bahkan sering dijumpai ketika pasien baru mulai menceritakan keluhannya, dokter sudah lebih dulu selesai menuliskan resep obat.
Pakar ilmu kedokteran komunitas, Dr dr Herqutanto, MPH, MARS mengatakan ada banyak faktor yang membuat beberapa dokter begitu sibuknya sehingga sulit menjalin komunikasi yang baik dengan pasiennya. Faktor regulasi atau peraturan tentang praktik dokter adalah salah satunya.
"Dahulu tidak ada batasan bagi dokter mengenai waktu dan tempat praktiknya. Baru setelah ada UU Praktik Kedokteran No 29 tahun 2004, dokter dibatasi maksimal hanya boleh praktik di 3 tempat," ungkap Dr Herqutanto usai dilantik sebagai doktor di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Salemba, Jumat (11/2/2011).
Pembatasan itu diharapkan dapat memperbaiki komunikasi dokter dengan pasiennya. Dr Hequtanto yakin, para dokter masa kini akan mematuhi Undang-undang tersebut karena jika melanggar sanksinya tidak hanya pencabutan izin praktik tetapi juga bisa terkena sanksi pidana.
Namun bagi Dr Herqutato yang merupakan doktor pertama di bidang Ilmu Kedokteran Komunitas yang pernah diluluskan FKUI, pembatasan waktu dan tempat praktik saja tidak cukup. Kesibukan dokter masih akan tinggi jika jumlah pasiennya tidak dibatasi.
"Waktu dan tempat praktiknya terbatas tapi kalau jumlah pasiennya masih tak terbatas ya sama saja. Sehebat apapun dokternya, kalau sudah sampai ke pasien keseratus sekian pasti akan capek," tambah Dr Herqutanto.
Menurutnya, pembatasan jumlah pasien belum bisa dilakukan bagi dokter Indonesia karena harus diimbangi dengan regulasi tentang pembiayaan. Misalnya seperti di luar negeri, penghasilan dokter tetap layak meski pasiennya sedikit karena setiap pasien dijamin oleh asuransi.
"Aturan tentang pembiayaan harus ada dulu. Kalau sekarang mau dibatasi (jumlah pasiennya), bisa nangis dokter-dokter kita," kata Dr Herqutanto.
(up/ir)
|