Badak Kencana, yang konon selalu akan muncul setiap kali jumlah badak-badak bercula satu di Ujung Kulon mencapai titik nadir. Demikianlah diceritakan betapa Badak Kencana itu akan mengencani badak-badak betina dan meninggalkan mereka dalam keadaan bunting, sehingga jumlah badak yang makin menipis itu bisa bertahan, bahkan tidak jarang malah bertambah. Namun Badak Kencana itu bukanlah badak jantan. Ia disebutkan tidak mempunyai kelamin, karena ia memang bukan sembarang badak: ia tidak beranak dan ia tidak diperanakkan. Bahwa yang diberkahinya dengan keturunan adalah badak-badak betina, tak lebih dan tak kurang karena badak-badak jantan tidak mungkin bunting
Para nelayan tidak pernah melihat Badak Kencana, tetapi mereka percaya kisah nenek moyang bahwa setiap kali jumlah badak bercula satu menipis, Badak Kencana akan muncul menyelamatkan mereka dari kepunahan. Namun bukan hanya para nelayan yang mempercayai sesuatu tanpa melihatnya. Badak bercula satu diperkirakan tinggal 50 ekor, tetapi angka ini tidak bisa dipastikan, karena mungkin saja jumlahnya 60 ekor. Tim Sensus yang dikirim dari Jakarta menghitung jumlah badak bukan berdasarkan penglihatan atas badak-badak dengan mata kepala sendiri, melainkan, antara lain, berdasarkan jejak tapak kaki yang mereka tinggalkan.Badak Kencana maupun badak-badak biasa sama-sama tidak pernah terlihat, namun keduanya kini berada di dalam kepalaku dan sulit kukeluarkan lagi seumur hidupku. Jejak tapak itulah yang memberi petunjuk kemunculan kembali Badak Kencana dan menjadi perbincangan para nelayan. Ketika melacak jejak badak, Tim Sensus menemukan jejak tapak badak yang keemas-emasan. Suatu jejak tapak di tanah yang membuat butir-butir tanah yang terinjak itu seperti serbuk emas, yang bercahaya suram dalam keremangan hutan di antara gerimis. Tapak kaki Badak Kencana itu hanya satu, bukan empat, namun itu sudah cukup untuk menunjukkan kehadirannya