Tulisan dibawah ini saya dedikasikan kepada para Motorist Indonesia
untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman dalam pemahaman tentang
YEIS. Banyak motorist yang menghabiskan banya uangnya untuk "guessing"
perihal penggunaan YEIS dan Intake chamber. Bukti dan
dokumentasi dari tulisan dibawah dapat anda cari pada SAE (Society of
Automotive Engineering, Inc.)
YEIS atau
Yamaha Energy Induction System adalah alat tambahan
dalam sistem pemasukan yang originalnya didesain untuk meningkatkan
efisiensi pada mesin2 2 langkah. Teknologi ini bukan hal baru dan
merupakan trend pada tahun 80an.
Hampir semua produsen motor 2 langkah
seperti Honda, Yamaha, Suzuki, Kawasaki, Aprilia, KTM dll menjadikan sistem ini sebagai standar mereka.
Namanya pun beragam tergantung produsen yang menggunakannya. Diluar
negeri teknologi ini lebih dikenal dengan nama "Boost Bottle", intake
chamber, atau "Hemholtz Chamber". Secara umum dikalangan tuner
internasional teknologi ini umum disebut dengan nama intake chamber
(IC). SETAHU SAYA produsen pertama yang mempublikasikan secara mendetil
tentang penelitian mereka tentang IC ini adalah YAMAHA, hal ini dapat
dilihat pada SAE Papers no. 810923 - Modification of Two Stroke Intake
System for Improvements of Fuel Consumption and Performance through the
Yamaha Energy Induction System (YEIS), by Noriyuki Hata, Takeo Fujita,
dan Noritaka Matsuo - Yamaha Motor Co., Ltd.
Pada mesin 4 langkah non turbo
dan supercharger VE berkisar antara 60-75% untuk kendaraan produksi dan
mendekati 90% untuk mesin balap (kondisi statik, pada daerah putaran
mesin tertentu saja). Jadi dengan VE 60% suatu mesin dengan volume 100cc
hanya mampu membakar 60cc campuran gas & bahan bakar. Menurut data dari
Eric Gorr, mesin2 GP125 umumnya mencapai VE sampai 144%, yang berarti
mereka membakar 180cc dengan kapasitas silinder hanya 125cc saja! Pada
saat VE maksimum, konsumsi BBM mesinpun menurun berdasarkan perhitungan
BSFC tentunya!
BSFC = Brake Specific Fuel Consumption, artinya berapa banyak tenaga
yang bisa dihasilkan suatu mesin per satuan bahan bakar yang
dikonsumsinya.
Oleh karena itu para pembuat motor meningkatkan desain knalpot
untuk mendapatkan tenaga yang semakin baik dan efisien. Tapi sayangnya
kondisi ini tidak gratis. Knalpot yang dirancang untuk bekerja efisien
di putaran tertentu cenderung membuat pengoperasian diputaran lainnya
menjadi tidak efisien.
Singkat kata demi mendapatkan mesin yang mampu beroperasi dengan efisien
di putaran tertentu, produsen selama ini terpaksa berkompromi pada
putaran mesin lainya. Dalam istilah Yamaha kondisi ini disebut dengan
"through of torque" (TOT). Pada kondisi ini tenaga mesin menurun,
konsumsi bahan bakar dan tingkat rideability motor pun menurun.
Penggunaan IC atau YEIS ternyata mampu mengurangi kerugian dari desain
knalpot yang baik. Dengan cara ini maka daerah pengoperasian efisien
dari suatu mesin meluas. Misal sebelumnya motor mulai bertenaga mulai
dari putaran 5000rpm - 8000rpm, kini dapat menjadi 3000rpm - 8000rpm.
Cara paling mudah untuk mengetahui pada putaran mesn berapa mesin
mengalami TOT adalah dengan membuka saringan udara dan melihat kapan
karburator memuntahkan kabut tipis kearah luar. Kabut tipis ini akan
mengacaukan pembakaran karena mesin akan mendapatkan campuran bahan
bakar yang terlalu kaya (kebanyakan bensin). Kabut bensin tipis ini
terjadi karena pulsa gelombang knalpot yang kembali ke mesin sebelum
waktunya, mambuat bahan bakar yang masuk termuntahkan keluar lagi
melalui karburator. Pada saat pulsa ini melewati venturi karburator dia
selalu mengangkat bensin dari dalam mangkuk karburator karena sifat
venturi karburator itu sendiri. Jika kita mengurangi pasokan bensin pada
putaran tersebut maka solusi masih belum terjawab arena pada kondisi
beban penuh mesin malah akan kekurangan bensin. Mirip buah simalakama.
Motor yang diset enak untuk pemakaian ringan tidak memiliki settingan
sama dengan mesin yang enak dipakai berakselerasi.
Yamaha menemukan bahwa kondisi "through of torque" terjadi pada kondisi:
- Beban ringan
- Pembukaan gas kecil