FAQ |
Calendar |
![]() |
|
Surat Pembaca Posting ataupun baca komentar,keluhan ataupun laporan dari orang-orang dengan pengalaman baik/buruk. |
![]() |
|
Thread Tools |
#1
|
||||
|
||||
![]() ![]() Jakarta - MKD DPR telah rampung memeriksa teradu kasus pencatutan nama Presiden dan Wapres, Ketua DPR Setya Novanto. Sidang yang digelar tertutup seolah hanya jadi ruang bagi Novanto untuk membacakan 12 lembar nota pembelaannya. Begitu banyak kebetulan dalam sidang MKD tersebut. Sidang itu dipimpin oleh kolega Novanto, Wakil Ketua MKD dari Golkar Kahar Muzakir, akibatnya banyak anggota merasa ada konflik kepentingan. Tak hanya itu saja, sidang tersebut juga berbeda dengan dua sidang MKD sebelumnya yang digelar terbuka. Ya, dua sidang MKD menghadirkan pelapor Sudirman Said dan saksi Bos Freeport Maroef Sjamsoeddin digelar terbuka tak seperti hari ini yang digelar tertutup. Novanto pun leluasa menyampaikan pembelaannya di depan anggota Mahkamah Kehormatan Dewan Yang Mulia. Dia menampik menginisiasi pertemuan dengan Maroef, membantah mencatut nama Presiden Jokowi dan Wapres JK, juga membantah meminta saham Freeport. Dia juga mempersoalkan legal standing pelapor, namun tak bicara sama sekali soal rekaman yang sudah didengar oleh seluruh rakyat Indonesia soal pertemuannya dengan Maroef dan Reza Chalid. Sidang pemanggilan Novanto juga berlangsung tak sampai tiga jam saja jika dipotong waktu skorsing. Berbeda jauh dengan sidang pemanggilan Sudirman Said dan Maroef yang baru selesai menjelang tengah malam. Akibatnya muncul banyak pertanyaan setelah sidang 'kilat' itu berlangsung. Di tengah desakan santer ke MKD agar memproses kasus papa minta saham ini, sosiolog UI Imam B Prasodjo membuat sebuah puisi. Berikut puisi karya Imam Prasodjo yang diunggah di Facebooknya, Senin (7/12/2015). MAAFKAN..AKU MELUDAH KE ARAH WAJAHMU YANG MULIA Karya: Imam Prasodjo Tidakkah kita melihat Sebuah kebobrokan moral Kasat mata diperagakan Integritas begitu unggul bersinar Bersanding dengan gelapnya kepalsuan Panggilan "yang mulia" berkali diucapkan Namun hati begitu terluka mendengar Karena gelar dan perilaku tak bersesuaian Karena baju kehormatan disalahgunakan Dijadikan penutup kebusukan dan kebobrokan 250 juta pasang mata melihat Tenggorokan begitu kering terjerat Tak mampu menelan ludah Melihat kemunafikan di puncak kebejatan Karena itu yang mulia Maafkan aku Kali ini aku tak tahan Harus meludah ke arah wajahmu Wajah kepalsuan yang bagiku Begitu menyebalkan dan memuakkan. 7 Desember 2015 Apa makna puisi ini? tentu hanya si penulis yang memahami. Namun sekilas puisi ini seperti menyindir kinerja MKD DPR yang kurang gahar mengusut kasus papa minta saham ini. Namun penuntasan kasus ini masih berproses di MKD dan tentu saja masyarakat menaruh harapan agar MKD menunaikan tugasnya menjaga marwah DPR dengan sejujur-jujurnya. (van/tor) |
![]() |
|
|