FAQ |
Calendar |
![]() |
|
Internasional Baca berita dari seluruh mancanegara untuk mengetahui apa yg sedang terjadi di dunia. |
![]() |
|
Thread Tools |
#1
|
||||
|
||||
![]()
Halaman 1 dari 2
![]() (Foto: Reuters) Jakarta - Marzuki Darusman, mantan Jaksa Agung dan tokoh pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) menjadi Special Envoy (Utusan Khusus) PBB tentang Korea Utara (Korut). Marzuki berkesempatan masuk ke negara yang sangat tertutup itu dan bertemu petingginya. Bagaimana kesannya? "Ya itu, rakyatnya pada satu komando dengan pemimpin tertingginya. Mereka dikasih handphone namun hanya punya satu nomor. Misal di utara, mereka nggak punya nomor di selatan. Seperti itulah," jelas Marzuki di Pusat Kebudayaan AS @america, Mal Pacific Place, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Rabu (25/2/2015) malam. Ketertutupan Korut juga tampak dalam akses informasi warganya. Tak boleh ada warga yang mengkritik pemimpin tertingginya. "Kemudian kalau ada yang mengakses internet atau apapun yang tidak membuat pemerintah senang, ya mereka dijebloskan ke kamp-kamp. Saya dulu hanya menginjakkan kaki di Pyongyang. Lupa tahun berapa," tuturnya. Meski dirinya lupa mengunjungi Korut pada tahun berapa, namun dia ingat, saat itu tengah digelar pertemuan anggota parlemen se-Asia-Pasifik di Korsel. Korut menjadi salah satu anggota pertemuan parlemen itu. Saat pertemuan, Korut sempat protes karena menurut Korut, negaranya juga menjadi penyelenggara. Marzuki juga pernah bertemu pemimpin tertinggi Korut, yaitu Kim Jong Il saat masih hidup. Kesannya? "Ya biasa aja orangnya. Seperti yang anda lihat juga di TV dan media-media. Dan pertama kali bertemu ya biasa saja," lanjutnya yang mengaku belum pernah bertemu pengganti Kim Jong Il, Kim Jong Un.Next Halaman 1 2 Next |
![]() |
|
|