TEMPO Interaktif, Kuala Lumpur - Dunia mewaspadai merebaknya aksi perompak. Biro Maritim Internasional (IMB), dalam rilis laporannya pada Rabu lalu, menyebutkan sepanjang 2010 terdapat 445 serangan bajak laut yang sempat menyandera sebanyak 1.181 awak dan penumpang, meskipun ada peningkatan patroli laut. Sedikitnya, 53 kapal dibajak di seluruh dunia, 49 kapal di antaranya di lepas pantai Somalia. Delapan pelaut tewas terbunuh.
IMB menggambarkan tahun 2010, dengan meningkatnya kasus penyanderaan dalam insiden bajak laut, sebagai hal yang mencemaskan--tertinggi sejak pusat pengawas maritim itu memulai monitoring pada 1991. Pekan lalu, studi One Earth Future mencatatkan kerugian akibat bajak laut atas ekonomi global mencapai US$ 7-12 miliar per tahun.
"Angka jumlah sandera dan kapal yang dibajak adalah tertinggi yang pernah kami lihat," kata Pottengal Mukundan, Kepala Pusat Pelaporan Pembajakan IMB, di Kuala Lumpur, Selasa lalu. Di laut lepas pantai Somalia, menurut IMB, para perompak bersenjata api berat kerap memancing kapal-kapal nelayan atau perdagangan dan menggunakannya sebagai basis untuk serangan lebih jauh. "Semua langkah yang diambil di laut untuk mengerem aktivitas mereka lemah karena kurangnya tanggung jawab otoritas di Somalia," demikian IMB.
Somalia tercatat tak punya pemerintahan yang berfungsi sejak 1991. "Tanpa sekolah, rumah sakit, dan kesempatan kerja di Somalia bagian selatan-tengah, apa pun aksi yang diambil di laut untuk melindungi dari perompakan tak akan memiliki efek," tutur Mukundan kepada BBC.
Dari Mogadishu, Somalia, malah terjadi kemunduran. Rabu lalu, para anggota parlemen Somalia memblokir rancangan undang-undang yang mengkriminalkan bajak laut, yang diajukan menteri kehakiman sebagai jalan bagi pengadilan lokal. RUU itu difinalisasi pekan lalu oleh pemerintah sebagai amunisi Somalia dalam menuntut dan menahan para perompak, yang sejauh ini telah banyak diadili di luar negeri.
"Kami meminta para anggota parlemen untuk mendukung RUU ini, yang akan membantu mengubah kondisi banyak anak muda Somalia yang dihukum penjara di luar negeri," kata Menteri Keadilan dan Hubungan Agama Somalia Abdullahi Abyan Nur.
Tapi sejumlah anggota parlemen menantang RUU itu dalam satu debat panas di ibu kota dan mendesak revisi atas RUU itu. "Teks hukuman para bajak laut tidak sesuai dengan Islam dan karena itu tak bisa disetujui," ujar anggota parlemen, Mohamed Mohamoud Heyd.