|
Post Reply |
Tweet | Thread Tools |
#1
|
||||
|
||||
![]()
di simak ndan...
mudah-mudahan ga repost ndan.. ![]() ![]() ![]() ![]()
Quote:
![]() Sydney di hari pertama. Hujan deras turun sejak pagi dan tak juga menyurut ketika langkah kaki memasuki Gedung Sydney Harbour Bridge Climb. �Giliran Anda pukul 10.25. Silakan menunggu. Anda akan dipanggil untuk mengikuti tes pernapasan,� kata penjaga tiket sambil tersenyum. Dari balik jendela kaca, jembatan Sydney tertutup kabut putih. Saya membaca ulang kalimat yang tertera di selebaran, �pemanjatan akan tetap berlangsung dalam segala cuaca, kecuali bila ada badai guntur�. Di ruangan tunggu, sebuah teve plasma menayangkan berulang�ulang rekaman film mengenai cara�cara pemanjatan. Panggilan itu datang. Satu per satu dari kami menjalani tes pernapasan untuk mengetahui kadar alkohol. Bila kadar alkohol mencapai angka 0,05 atau lebih, peserta langsung dieliminasi. Kelompok kami terdiri dari 11 orang, termasuk sembilan warga Australia dan satu warga Malaysia. Dalam lingkaran, satu per satu dari kami saling memperkenalkan diri. Kami kemudian memasuki ruang pelatihan. Semua instruksi diberikan dengan sistematis. Termasuk dalam mengenakan pakaian seragam. Karena cuaca buruk, seragam yang diberikan berlapis, mulai dari baju panjat, baju hangat yang dikaitkan di pinggang, jas hujan, sarung tangan, topi, tali untuk kacamata, sampai bagaimana mengoperasikan radio komunikasi untuk mendengarkan instruksi pemimpin pendakian. Dan, yang terpenting, bagaimana mengoperasikan alat pengaman (safety harness). Dari ruang pelatihan, kami bergerak ke ruang simulator, yang terdiri dari tangga�tangga tegak lurus, tanjakan, dan turunan. Ini adalah tempat untuk melatih penguasaan alat pengaman. ![]() Angin keras dan basuhan hujan menerpa wajah. Di awal pemanjatan, pergerakan masih tersendat karena kelompok di depan masih kikuk mengoperasikan tali pengaman. Namun, ketika jarak sudah terjaga dan masing�masing dari kami bergulat sendiri untuk mengatur langkah, perjalanan mulai terasa indah. Di kiri�kanan terbentang hamparan laut, sementara kota Sydney terpapar dari ketinggian. Gedung opera Sydney bak deretan keong putih yang menyeruak di antara pencakar langit. Sayang, kami tak diperkenankan membawa apa pun ke atas, termasuk tustel. Namun, Adrian�pemimpin pendakian�membuat foto kelompok yang bisa kami beli setelah pemanjatan selesai. Dari celah pijakan kaki yang renggang, terpapar laut yang bergelombang. Bagi yang tak terbiasa dengan ketinggian, gerakan laut seakan menggoyang keseimbangan. Setelah melewati rute landai, sampailah kami di �etape� yang lebih menantang, tangga�tangga yang tegak lurus menjulang. Etape akhir pemanjatan adalah menyusuri lengkungan jembatan yang akan mengantar kami ke bendera di puncak. Ini adalah rute yang paling menyita tenaga. Kami tiba di puncak bersamaan dengan munculnya kilatan petir yang menyambar�nyambar di awan. Pemanjatan terpaksa dihentikan dan kami turun berlindung di shelter. Adrian kemudian bertanya apakah kami akan berhenti atau menyelesaikan rute ini setelah badai reda. �Hanya saja, kalau memang mau melanjutkan, berarti kita harus mengulang kembali pemanjatan dari bawah,� kata Adrian. Herannya, sambil menggigil semua peserta serempak menjawab, �Lanjut!�. Begitulah, kami kembali menapaki tangga�tangga basah dari bawah, sampai seluruh proses pemanjatan tuntas. Seluruhnya berlangsung selama 3 jam 45 menit. Tidak buruk, karena umumnya waktu standar 3,5 jam. �Kita berhasil,� kata Adrian, dan semua serentak bertepuk tangan. ![]() Ada yang mengatakan, mengunjungi Sydney adalah awal paling pas untuk mengenal Australia. Modern, kosmopolit, dan multikultur, itulah Sydney yang menawarkan begitu banyak �tontonan wajib�. Mulai dari museum�museumnya yang menawan, sampai deretan restorannya yang menyajikan citarasa global. Menonton di gedung opera Sydney, termasuk salah satu acara �wajib�. Malam itu, The Australian Ballet menampilkan tribute bagi Jiri Kylian, salah satu koreografer ternama, melalui empat mahakaryanya Forgotten Land, Stepping Stones, Petite Mort dan Sechs Tanze. Liukan tubuh para penari yang diselingi gerakan�gerakan akrobatis, menyatu dengan iringan musik yang sarat dengan ritmis tabuhan, membawa suasana hati penonton pada nuansa purba. Kylian memperoleh inspirasi untuk Stepping Stones ketika ia menghadiri upacara ritual suku Aborigin Australia pada tahun 1980. Namun, aliran keindahan seakan tak terbendung dalam Forgotten Land, yang sejak awal konstan menghantar imajinasi tentang pergolakan jiwa manusia. Di situ ada ketakutan, kesedihan, kegelisahan, yang dibungkus dalam alur�alur gerakan yang kadang kompak dan masif, namun lain kali terasa rentan dan ringan. Koreografi ini diakui Kylian terinspirasi oleh karya�karya ekspresionis Edvard Munch. Penjelajahan kultural di Sydney tampaknya harus berhenti di Galeri Seni New South Wales yang Desember lalu memamerkan koleksi Camille Pissarro (1830�1903) selama tiga bulan. Ini kesempatan langka untuk menyaksikan karya Pissarro secara menyeluruh, termasuk sketsa�sketsa hitam putihnya yang jarang dipamerkan. ![]() Semangat ini pula yang memacu kreativitas Pissarro ketika penglihatannya mulai melemah. Paris yang dinamis, Paris yang bergerak, adalah tema�tema lukisannya menjelang akhir hayatnya. Inilah ujung persinggahan di Sydney. Sebuah perkenalan awal yang mengesankan.
Quote:
bagi
![]() ![]() Spoiler for sumber:
http://liburan.info/content/view/458/44/lang,indonesian/
|
#2
|
||||
|
||||
![]()
nice info ndan..
thanks ya udah share di ceriwis.. |
#3
|
||||
|
||||
![]()
nggak berani manjat ndan
![]() |
#4
|
||||
|
||||
![]() |
Sponsored Links | |
Space available |
Post Reply |
Thread Tools | |
|